BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker adalah
penyebab utama kematian di seluruh dunia dan menyumbang 7,6 juta kematian
(sekitar 13% dari semua kematian) pada tahun 2008. 1 Penggunaan tembakau adalah
faktor risiko utama untuk kanker. Penggunaan alkohol Berbahaya, diet yang buruk
dan aktivitas fisik merupakan faktor risiko utama. Infeksi tertentu menyebabkan
hingga 20% dari kematian akibat kanker di negara berpenghasilan rendah dan
menengah dan 9% dari kematian akibat kanker di negara berpendapatan tinggi.
Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah berkembangnya
sel kanker menyelimuti leher rahim, dimana hal ini berlangsung lama. Sebelum
menjadi kanker, sel kanker mengalami perubahan, dimana tanda perubahan
mengindikasikan kanker mungkin berkembang.
Penyebab langsung
kanker leher rahim belum diketahui
secara pasti, tetapi ada bukti kuat bahwa kejadiannya berhubungan erat dengan
sejumlah faktor ekstrinsik, seperti perilaku seks yang salah (berganti-ganti
pasangan), higiene personal yang kurang, suami yang tidak dikhitan, jumlah anak
lebih dari dua, dan lain-lain. Kanker jenis ini jarang ditemukan pada perawan
(virgo).
Penyebab terjadinya
kelainan pada sel-sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat
beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker
serviks:
1. HPV
(human papillomavirus). HPV adalah virus penyebab kutil genitalis (kondiloma
akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat
berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45 dan 56.
2. Merokok.
Tembakau merusak sistem kekebalan dan
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada
serviks.
3. Hubungan
seksual pertama dilakukan pada usia dini (<16 tahun).
4. Berganti-ganti
pasangan seksual.
5. Suami/pasangan
seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia di bawah 18 tahun,
berganti-ganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker
serviks.
6. Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran
(banyak digunakan pada tahun 1940-1970).
7. Gangguan
sistem kekebalan.
8. Pemakaian
pil KB.
9. Infeksi
herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.
10. Golongan
ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap smear secara rutin).
11. Insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi
bila jarak persalinan terlampau dekat.
Secara
umum tanda dan gejalanya adalah terjadinya perdarahan vagina setelah aktivitas
sexual atau diantara masa menstruasi. Sementara itu tanda lain yang mungkin
timbul antara lain adalah :
1. Hilangnya
nafsu makan dan berat badan
2.
Nyeri tulang panggul dan tulang belakang
3.
Nyeri pada anggota gerak (kaki)
4.
Terjadi pembengkakan pada area kaki
5.
Keluarnya feaces menyertai urin melalui
vagina
6.
Hingga terjadi patah tulang panggul.
Insiden yang lebih
tinggi terjadi pada mereka yang telah kawin.
Umur penderita kaknker leher rahim berkisar antara 30–60 tahun, dan
penderita terbanyak berumur 45–50 tahun.
Menurut penelitian, dari 1000 leher rahim wanita pada usia reproduksi,
hanya 48 yang betul-betul normal. Sebanyak 950 di antaranya ditemukan adanya kelainan jinak
seperti peradangan, dan 2 di antaranya mengalami tumor ganas.
Saat ini telah
diketahui bahwa di beberapa negara puncak insidensi lesi prankanker serviks
terjadi pada kelompok usia 30-39 tahun, sedangkan kejadian kanker serviks
terjadi pada usia di atas 60 tahun. Di Indonesia telah dilakukan penelitian
pada tahun 2002 mengenai puncak insidensi kanker serviks yaitu pada kelompok
usia 45-54 tahun. Sebetulnya program skrining dan deteksi dini kanker serviks
telah dilakukan di beberapa wilayah, baik dengan metode Tes Pap atau metode
pemeriksaan IVA. Namun belum Ada data yang menggambarkan tentang sebaran dan
hubungan antara usia dengan terjadinya lesi pra kanker serviks di Indonesia.
Program skrinning
dengan pemeriksaan Papsmear membutuhkan pemeriksaan laboratorium sitologi dan
dinilai memerlukan biaya yang lebih tinggi. Sehingga kenyataannya program
skrinning yang telah dilakukan di berbagai wilayah Indonesia belum menjangkau
seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat golongan ekonomi menengah ke
bawah. Masih banyak ibu-ibu beresiko tinggi pada kelompok usia 30-60 tahun yang
belum mendapat pelayanan deteksi dini kanker serviks.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui
definisi Kanker Serviks.
2. Mengetahui
Konsep penyakit (Penyebab, Tanda, Gejala, Pathogenesa serta Medikamentosa).
3. Mengetahui
determinan kanker serviks (Host, Environment. Dan Agent).
4. Mengetahui
riwayat alamiah penyakit kanker serviks.
5. Mengetahui
pencegahan kanker serviks.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi Penyakit
Kanker
adalah penyakit yang ditandai dengan proliferasi yang tidak terkontrol dan
mengarah pada invasi jaringan di sekitarnya serta menyebar ke bagian lain dalam
tubuh. Aktivitas proliferasi yang tidak
terkontrol akan membentuk jaringan abnormal yang disebut neoplasma
(King, 2000).
Penyakit kanker leher rahim yang istilah kesehatannya
adalah kanker serviks (Cervical Cancer) merupakan kanker yang terjadi pada
serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama
(vagina).
Kanker serviks (kanker
leher rahim) adalah berkembangnya sel kanker menyelimuti leher rahim, dimana
hal ini berlangsung lama. Sebelum menjadi kanker, sel kanker mengalami perubahan,
dimana tanda perubahan mengindikasikan kanker mungkin berkembang.
Kanker Leher Rahim
merupakan jenis kanker yang paling banyak
ditemukan pada wanita
di Indonesia (diantara jenis
kanker lainnya) dan banyak
menyebabkan kematian
karena terlambat dideteksi dan diobati. Frekuensi relatif di Indonesia adalah
27 % berdasarkan data patologik atau 16 % berdasarkan data rumah sakit. Insiden puncak pada usia 40–50
tahun.
Dalam serviks terdapat 2 jenis sel yaitu sel
skuamos dan glandular atau sel endoserviks. Pada kanker serviks, sel-sel bertindak
secara tidak normal
terus membesar dan membentuk benjolan
atau tumor. Biasanya sel-sel
ganas tersebut berasal dari squamo
columnar juntion. Penyebab terbanyak dari kanker leher rahim adalah
99 % dari HPV (human
papilloma virus) yang disebarkan lewat perilaku seks yang tidak sehat.
Kanker
serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di
negara-negara sedang berkembang. Se-iap tahun diperkirakan terdapat 500.000
kasus kanker serviks baru di seluruh dunia, 77 % di antaranya ada di
negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk
pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker
serviks menempati urutan pertama di antara kanker pada wanita. Studi
epidemiologik menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko terjadi-nya kanker serviks
meliputi hubungan seksual pada usia dini <20 tahun), berganti-ganti pasangan
seksual, merokok, trauma kronis pada serviks uteri dan higiene genitalia. Lebih
dari separuh penderita kanker serviks berada dalam stadium lanjut yang
memerlukan fasilitas khusus untuk peng-obatan seperti peralatan radioterapi
yang hanya tersedia di beberapa kota besar saja. Di samping mahal, pengobatan
terhadap kanker stadium lanjut memberikan hasil yang tidak memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun yang rendah.
Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh kanker serviks dipandang dari
segi harapan hidup, lamanya penderita-an, serta tingginya biaya pengobatan,
sudah sepatutnya apabila kita memberikan
perhatian yang lebih besar mengenai latar belakang dari penyakit
yang sudah terlalu banyak meminta korban itu, dan segala aspek yang berkaitan
dengan penyakit tersebut serta upaya-upaya preventif yang dapat dilakukan.
2.2 Konsep Penyakit
1. Penyebab Kanker Servik
Kanker serviks menyerang daerah
leher rahim atau serviks yang disebabkan
infeksi virus HPV (human
papillomavirus) yang tidak sembuh dalam waktu lama. Jika kekebalan
tubuh berkurang, maka infeksi HPV akan mengganas dan bisa menyebabkan
terjadinya kanker serviks. Gejalanya tidak terlalu kelihatan pada stadium dini,
itulah sebabnya kanker serviks yang dimulai dari infeksi HPV dianggap sebagai "The Silent Killer".
Beberapa gejala bisa diamati meski
tidak selalu menjadi petunjuk infeksi HPV. Keputihan atau mengeluarkan sedikit
darah setelah melakukan hubungan intim adalah sedikit tanda gejala dari kanker
ini. Selain itu, adanya cairan kekuningan yang berbau di area genital juga bisa
menjadi petunjuk infeksi HPV. Virus ini dapat menular dari seorang penderita
kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya dapat melalui
kontak langsung dan karena hubungan seks.
Ketika terdapat virus ini pada
tangan seseorang, lalu menyentuh daerah genital, virus ini akan berpindah dan
dapat menginfeksi daerah serviks atau leher rahim Anda. Cara penularan lain
adalah di closet
pada WC umum yang sudah terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker ini
mungkin menggunakan closet,
virus HPV yang terdapat pada penderita berpindah ke closet. Bila Anda menggunakannya tanpa
membersihkannya, bisa saja virus kemudian berpindah ke daerah genital Anda.
Buruknya gaya hidup seseorang dapat
menjadi penunjang meningkatnya jumlah penderita kanker ini. Kebiasaan merokok, kurang
mengkonsumsi vitamin C, vitamin E dan
asam folat dapat menjadi penyebabnya. Jika mengkonsumsi makanan bergizi akan
membuat daya tahan tubuh meningkat dan dapat mengusir virus HPV.
Risiko menderita kanker serviks adalah wanita yang aktif berhubungan seks
sejak usia sangat dini, yang sering berganti pasangan seks, atau yang
berhubungan seks dengan pria yang suka berganti pasangan. Faktor penyebab
lainnya adalah menggunakan pil KB dalam jangka waktu lama atau berasal dari
keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker.
Sering kali, pria yang tidak
menunjukkan gejala terinfeksi HPV itulah yang menularkannya kepada pasangannya.
Seorang pria yang melakukan hubungan seks dengan seorang wanita yang menderita
kanker serviks, akan menjadi media pembawa virus ini. Selanjutnya, saat pria
ini melakukan hubungan seks dengan istrinya, virus tadi dapat berpindah kepada
istrinya dan menginfeksinya.
2. Tanda
dan Gejala Kanker Serviks
Pada kanker serviks gejala yang sering
ditemukan adalah keputihan, pendarahan sentuh, dan pengeluaran cairan encer.
Pada awal penyakit sering tidak terdapat gejala apapun. Jika ditemukan
keputihan kemungkinan kanker serviks perlu diwaspadai walaupun gejala tersebut
bukanlah gejala yang khas dari kanker serviks dan pada keadaan yang lanjut
dapat ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama (perdarahan
pasca senggama), jika lebih berat lagi dapat terjadi perdarahan yang tidak
teratur (metrorhagia).
Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi
pengeluaran cairan kekuningan kadang-kadang bercampur darah dan berbau sangat
busuk dari liang senggama. Muka
penderita tampak pucat karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia
sering ditemukan sebagai akibat perdarahan-perdarahan pervagina dan akibat
penyakit, berat badan biasanya baru menurun pada stadium klinik III.
Rasa nyeri di daerah pinggul atau di
ulu hati dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau radang panggul. Rasa
nyeri di daerah pinggang dan punggung dapat terjadi karena terbendungnya
saluran kemih sehingga ginjal menjadi membengkak (hidronefrosis) atau karena
penyebaran tumor kelenjer getah bening di sepanjang tulang belakang (para
aorta). Juga pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul,
disebabkan penyebaran tumor ke kelenjer getah bening dinding panggul. Timbulnya
perdarahan dari saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh
penyebaran tumor ke kandung kemih dan ke rektum.
Semakin lanjut dan bertambah
parahnya penyakit, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia,
malaise, nafsu makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan dapat sampai
meninggal dunia.. Tiga puluh persen dari kanker serviks ditemukan pada waktu
Tes Pap tanpa keluhan.
3.
Pathogenesa Kanker Serviks
Secara histopatologis pertumbuhan
sel kanker serviks diklasifikasikan ke dalam 4 stadium, yaitu : displasia,
karsinoma in situ, karsinoma mikroinvasif, karsinoma invasif.
3.1. Displasia
Displasia adalah satu lesi di dalam epitel
yang menunjukkan sel-sel atipia dari berbagai tingkat yang dapat terjadi pada
epitel skuamosa dan epitel metaplastik berasal dari mukosa endoserviks. Terjadi
pertumbuhan aktif disertai gangguan proses pematangan epitel serviks uteri yang
dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan superfisial. Awal perubahan dimulai
di inti sel dimana rasio inti-sitoplasma bertambah, warna lebih gelap, bentuk
dan besar sel mulai bervariasi, susunan
tidak teratur dan mitosis aktif.
Berdasarkan derajat perubahan sel
individu dan lapisan sel epitel yang jelas mengalami perubahan, displasia
dibagi dalam 3 derajat pertumbuhan, yaitu: displasia ringan, sedang, berat.
a. Displasia Ringan
Terjadi kekacauan polaritas yang
minimal dimana inti sel selalu besar, tidak teratur, dan berwarna hitam/gelap.
Mitosis kadang dapat ditemukan dan sel atipia menempati sampai sepertiga bawah
ketebalan epitel.
b. Displasia Sedang
Derajat
atipia lebih nyata dan sel atipia menempati sampai dua pertiga ketebalan
epitel. Enampuluh persen displasia ringan dan sedang akan menjadi karsinoma
invasif.
c. Displasia Berat
Disini sel atipia sangat mencolok
dan disertai kekacauan polaritas yang mencolok. Tampak sel berukuran besar
dengan inti yang lebih gelap dan mitosis sangat mudah ditemuka dan hampir
menempati seluruh ketebalan epitel.
3.2.
Karsinoma In Situ
Karsinoma in situ adalah satu lesi dimana seluruh
epitel menunjukkan gambaran sel karsinoma. Tidak ada invasi dalam stroma di
bawahnya. Tampak kekacauan polaritas yang nyata dengan sel berinti kecil
hiperkromatik. Mitosis normal maupun atipik mudah ditemukan tersebar diseluruh
lapisan epitel. Lesi ini sering mengikutsertakan kelenjar serviks.
3.3.
Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif disamping derajat
pertumbuhan sel meningkat, juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi
pada stroma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis. Biasanya tumor ini
asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining
kanker atau ditemukan bertepatan pada pemeriksaan penyakit lain di serviks
uteri. Pada pemeriksaan fisik juga tidak terlihat perubahan pada porsio. Akan
tetapi dengan pemeriksaan kolposkopi dapat diprediksi adanya prakarsinoma.
3.4.
Karsinoma Invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat
pertumbuhan sel menonjol, besar dan bentuk sel bervariasi, inti gelap dan
khromatin berkelompok tidak merata serta susunan sel makin tidak teratur.
Sekelompok atau lebih sel tumor menginvasi membran basal dan tumbuh infiltratif
ke dalam stroma. Kadang-kadang terlihat invasi sel tumor pada pembuluh getah
bening ataupun pembuluh darah (angio invasi). Karsinoma invasif dibagi dalam
tiga subtipe yaitu:
a. Karsinoma Sel Skuamos
dengan Keratin
Sekelompok sel mengandung keratin
dan biasanya jenis tumor ini tumbuh di area ektoserviks dan kurang sensitif
terhadap radioterapi.
b. Karsinoma Sel
Skuamos tanpa Keratin
Tumor
tumbuh di area peralihan sel skuamos-kolumnar, dimulai dari pertumbuhan metaplasia
sel skuamos. Jenis tumor ini cukup sensitif terhadap radioterapi.
c. Karsinoma Sel Kecil (Small Cell Carcinoma)
Pertumbuhan tumor berasal dari sel cadangan
epitel di area endoserviks. Ukuran sel
kecil, bentuk memanjang atau oval. Tumor ini sensitif terhadap
radiasi.
4.
Medikamentosa
Pemilihan pengobatan untuk kanker
serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia,
keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi.
1. Pembedahan.
Pada karsinoma in situ (kanker yang
terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat
diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki
anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan
ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya
setiap 6 bulan.
Jika penderita tidak memiliki
rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada kanker
invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah
bening.
Pada wanita
muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih
berfungsi tidak
diangkat.
2. Terapi penyinaran.
Terapi penyinaran (radioterapi)
efektif untuk mengobati kanker invasif
yang masih terbatas pada daerah panggul.
Pada radioterapi
digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya.
Ada 2 macam radioterapi:
a. Radiasi
eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar. Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran
biasanya dilakukan sebanyak 5
hari/minggu selama 5-6 minggu.
b. Radiasi
internal : zat radioaktif terdapat di
dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan
selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini
bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran
adalah:
a. iritasi
rektum dan vagina
b. kerusakan
kandung kemih dan rektum
c. ovarium
berhenti berfungsi.
3. Kemoterapi.
Jika kanker telah menyebar ke luar
panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan
obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui
mulut.
Kemoterapi diberikan
dalam suatu siklus, artinya suatu
periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan,
diselingi dengan pemulihan, begitu seterusnya.
4. Terapi biologis.
Pada terapi biologis digunakan
zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan
pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering
digunakan adalah Interferon, yang bisa
dikombinasikan dengan kemoterapi.
2.3
Determinan / Faktor yang Mempengaruhi
a. Host
1. Usia
Saat ini telah diketahui di beberapa
negara bahwa puncak insidensi lesi prakanker serviks terjadi pada kelompok usia
30-39 tahun, sedangkan kejadian kanker serviks terjadi pada usia diatas
60tahun. Di Indonesia, telah dilakukan penelitian pada tahun 2002 mengenai
puncak insidensi kanker serviks yaitu pada kelompok usia 45-54 tahun.
Penelitian ain di RSCM (1997-1998) menunjukkan insidens kanker serviks
meningkat sejak usia 25-34 tahun dan dan puncaknya pada usia 35-44 tahun.
Menurut Bensol KL, 2% dari wanita yang
berusia 40 tahun akan menderita kanker serviks dalam hidupnya. Hal ini
dimungkinkan karena perjalanan penyakit ini memerlukan waktu 7 sampai 10 tahun
untuk terjadinya kanker invasif sehingga sebagian besar terjadinya atau
diketahuinya setelah berusia lanjut.
2. Status Pernikahan
Usia kawin muda menurt Rotkin,
Chistoperson dan parker serta Barron dan Ricarht jelas berpengaruh. Rotkin menghubungkan
terjadinya karsinoma serviks dengan usia saat seorang wanita mulai aktif
berhubungan seksual, dikatakan pula olehnya karsinoma serviks cendrung timbul
bila saat mulai aktif berhungan seksual pada saat usia kurang dari 17
tahun. Lebih dijelaskan bahwa umur
antara 15-20 tahun merupakan periode yang rentan. Pada periode laten antara
coitus pertama dan terjadinya kanker serviks kurang lebih dari 30 tahun. Pada usia 20-40 tahun disebut sebagai masa dewasa
dini yang disebut juga usia produktif. Sehingga pada masa ini diharapkan orang
telah mampu untuk masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional,
perkembangan fisiknya maupun kemampuanya dalam hal kehamilan baik kelahiran
banyinya.
3. Tingkat Pendididkan
Pendidikan adalah proses pengubahan
sikap dan tatalaku seorang atau kelompok orang dalam dalam usaha mendewasakan
manusia melalui pengajaran dan pelatihan.
Tingkat
pendidikan seseoarang yang rendah menyebabkan seseorang tidak perduli terhadap
program kesehatan yang ada, sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin
terjadi. Walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka tahu menggunakannya.
Perilaku hidup sehat sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduk. Tingkat pendidikan yang masih
rendah merupakan salah satu sebab rendahnya pemahaman masyarakat terhadap
informasi kesehatan serta pembentukan perilaku sehat. Wanita yang berpendidikan
tinggi cendrung akan memperhatikan kesehatn diri dan keluarganya.
4. Penggunaan jangka panjang alat kontrasepsi IUD (lebih
dari 5 tahun)
Resiko noninvasif dan invasif kanker
serviks telah menunjukkan hubungan dengan kontrsepsi iud. Keadaan- keadaan lain yang dapat menyebabkan kontra
indikasi untuk insersi IUD yaitu penyakit katup jantung (kemungkinan terjadi
sub-akut bakterial endokarditis),keganasan
endometrium atau serviks, stenosis servik yang sehat, uterus yang kecil sekali, endometriosis, myoma uteri,polipendometrium, kelainan kongenital uterus, dismenore yang hebat, darahhaid yang banyak, haid yang ireguler, atau perdarahan bercak atau (spotting), alergi terhadap Cu atau penyakit Wilson yaitu penyakitgangguan Cu yang turun menurun,anemia,ketidakmampuan untuk mengetahui tanda-tanda bahaya IUD, ketidakmampuan untuk memeriksa sendiri ekor IUD, riwayat Gonorge, Chlaimyda, Syphilis,atau Herpes, Actinomycosis genetalia, riwayat reaksi
vaso-vagal yang berat atau pingsan, Inkompatibilitas golongan darah misalnya Rhnegatif, pernah mengalami problem ekspulsi IUD, leukore
atau infeksivagina, riwayat infeksi pelvis, riwayat operasi pelvis, keinginan untuk mendapatkan anak dikemudian hari atau pertimbangan kesuburandimasa
yang akan datang.
Sedangkan menurut (Wiknjosastro,
2002) terdapat beberapa kontra indikasiIUD
antara lain Indikasi-kontra mutlak pemakaian IUD ialah kehamilan, penyakit radang panggul
aktif atau rekuren, karsinoma servik, karsinoma korporis uteriIndikasi-kontra relatif lain ialah tumor ovarium, kelainan
utrerus 9mioma,kanalis servikalis, dan sebagainya), Gonorgea, servisitis, kelainan haid, dismenore,
stenosis
kanalis servikalis.
5. Merokok
Wanita perokok memiliki 2kali lebih
besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Penelitian menunjukan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin
dan zat-zat lainnya yang ada didalam
rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks disamping merupakan
ko-Karsinogen infeksi virus.
6. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang
menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya
displasia ringan dan sedang serta mungkin kuga meningkatkan terjadinya kanker
serviks pada wanita yag makanannya rendah beta karoen dan retinol (vitamin A).
7. Riwayat kanker serviks pada keluarga (keturunan)
Bila seorang wanita mempunyai saudara kandung
atau ibu yang mempunyai kanker serviks, maka ia mempunyai kemungkinan 2-3 kali
lebih besar untuk juga mempunyai kanker serviks dibandingkan dengan orang
normal. Beberapa peneliti menduga hal ini berhubungan dengan berkurangnya
kemampuan untuk melawan infeksi HPV.
b. Agent
Kanker serviks
disebabkan oleh infeksi yang terus menerus dari human papillomavirus (HPV) tipe
onkogenik (yang berpotensi menyebabkan kanker). Telah terbukti bahwa HPV
merupakan sebab mutlak terjadinya kanker serviks - angka prevalensi didunia
mengenai karsinoma serviks adalah 99,7 %*. Human
papillomavirus (HPV) adalah
anggota dari papillomavirus keluarga virus yang mampu
menginfeksi manusia. Seperti semua papillomaviruses, infeksi HPV membangun
produktif hanya dalam keratinosit dari kulit atau selaput lendir . Sementara sebagian dari hampir
200 tipe HPV yang diketahui tidak menyebabkan gejala pada kebanyakan orang,
beberapa jenis dapat menyebabkan kutil (verrucae), sementara yang lain dapat - dalam kasus
minoritas - menyebabkan kanker serviks.
c. Environment
1. Berganti – ganti pasangan seksual
Perilau
seksual berupa berganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti Human Papilloma Virus (HPV) telah
terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks. Resiko terkena kanker
serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai patner seksual 6orang
atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor
pendamping.
2. Pembalut yang mengandung bahan kimia
Biasanya bahan kimia yang terkandung
di dalam pembalut menurut Nasrun, adalah dioksin (bahan beracun kimia) yaitu
bahan yang biasa digunakan sebagai pemutih kertas atau sejenisnya. Pembalut
yang mengandung dioksin sering menyebabkan bagian intim organ kewanitaan selalu
mengalami masalah, seperti keputihan, gatal-gatal, iritasi, juga pemicu
terjadinya kanker mulut rahim.
2.4
Riwayat Alamiah Penyakit
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik (CDC, 2010c). Riwayat alamiah penyakit merupakan salah satu elemen utama epidemiologi deskriptif (Bhopal, 2002, dikutip Wikipedia, 2010).
1.
Prepatogenesis
Pada fase tersebut, individu berada dalam
keadaan sehat/normal. Namun, telah terjadi interaksi antara penjamu dengan
bibit penyakit di luar tubuh manusia / lingkungan.
2.
Patogenesis
a.
Masa Inkubasi
Pada masa tersebut, Human Papilloma Virus
(HPV) telah masuk ke dalam tubuh hingga menimbulkan adanya geja-gejala
tertentu. Sebagian besar Ca serviks dimulai dengan infeksi awal oleh HPV,
tetapi sebagian besar infeksi HPV tidak berkembang menjadi Ca serviks. Infeksi
awal HPV dapat berlanjut dan menjadi displasia atau hilang dengan spontan.
Sebagian besar wanita yang terinfeksi HPV akan mengalami displasia tingkat
rendah, disebut CIN 1 (cervical intraepithelial neoplasia 1), dalam beberapa
bulan atau tahun terinfeksi. Sebagian besar (60%) dari CIN 1 mengalami regresi
dan menghilang dengan spontan dalam tempo 2-3 tahun terutama pada wanita usia
di bawah 35 tahun. Displasia tingkat rendah (CIN 1) perlu dimonitor tetapi
tidak perlu diobati Sebagian kecil kasus CIN 1 akan mengalami progresi menjadi
displasia tingkat tinggi, disebut CIN 2/3.
Sekitar 15% infeksi HPV yang persisten akan
berkembang menjadi CIN 2/3 dalam tempo 3-4 tahun, baik dengan atau tanpa
melalui CIN 1. CIN 2/3 merupakan prekursor Ca serviks, karena itu harus
diobati. Perjalanan Ca serviks memiliki masa laten sangat panjang, hingga 20
tahun. Risiko perkembangan dari lesi prekanker (CIN 2/3) menjadi kanker invasif
adalah sekitar 30-70% (rata-rata 32 persen) dalam tempo 10 tahun. Ca serviks
paling sering terjadi pada wanita setelah usia 40 tahun, lebih-lebih wanita di
usia 50 dan 60 tahunan (Parkin et al., 1997).
b. Tahap Dini
Pada tahap dini,
setelah dilakukan diagnosa akan tampak berbagai gejala / tanda adanya kanker
serviks. Seperti, keputihan, pendarahan, dan pengeluaran
cairan encer. Walaupun demikian, penderita masih bisa beraktivitas seperti
biasa.
c. Tahap Lanjut
Pada tahap lanjut, dapat
ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama (perdarahan pasca
senggama), jika lebih berat lagi dapat terjadi perdarahan yang tidak teratur
(metrorhagia). Sehingga, penderita membutuhkan perawatan dan pengobatan secara
intensif.
Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi
pengeluaran cairan kekuningan kadang-kadang bercampur darah dan berbau sangat
busuk dari liang senggama. Muka
penderita tampak pucat karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia
sering ditemukan sebagai akibat perdarahan-perdarahan pervagina dan akibat
penyakit, berat badan biasanya baru menurun pada stadium klinik III.
Rasa nyeri di daerah pinggul atau di ulu hati
dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau radang panggul. Rasa nyeri di
daerah pinggang dan punggung dapat terjadi karena terbendungnya saluran kemih
sehingga ginjal menjadi membengkak (hidronefrosis) atau karena penyebaran tumor
kelenjer getah bening di sepanjang tulang belakang (para aorta). Juga pada
stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul, disebabkan penyebaran
tumor ke kelenjer getah bening dinding panggul. Timbulnya perdarahan dari
saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh penyebaran tumor
ke kandung kemih dan ke rektum.
3. Pasca Patogenesis / Tahap Akhir
Semakin lanjut dan bertambah parahnya
penyakit, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia, malaise, nafsu
makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan dapat sampai meninggal
dunia.. Tiga puluh persen dari kanker serviks ditemukan pada waktu Tes Pap
tanpa keluhan. Kanker serviks adalah salah satu penyakit yang tidak bisa
disembuhkan. Sehingga, pada tahap ini penderita sangat membutuhkan rehabilitasi
yang maksimal.
2.5 Upaya Pencegahan
Pencegahan adalah
upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian
akibat kanker serviks. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu pencegahan primodial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, pencegahan tertier.
1. Pencegahan Primodial
Tujuan pencegahan
primodial adalah mencegah timbulnya faktor risiko kanker serviks bagi perempuan
yang belum mempunyai faktor risiko dengan cara, seperti pendidikan seks bagi
remaja, menunda hubungan seks remaja sampi pada usia yang matang yaitu lebih
dari 20 tahun.
2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary
Prevention)
Pencegahan primer
adalah upaya yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko
bagi perempuan yang mempunyai faktor risiko. Untuk mengetahui bagaimana
pencegahan primer dapat dilakukan pada kanker serviks, maka perlu diketahui karsinogenesisnya yaitu
bagaimana kanker dapat timbul.
Pencegahan dilakukan dengan menghindari diri dari bahan karsinogen atau
penyebab kanker. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan:
a.
Segi kebiasaan
1. Hindari hubungan seks terlalu dini
Hubungan seks
idealnya dilakukan setelah seorang perempuan yang sudah benar-benar matang.
Ukuran kematangan bukan hanya di lihat dari ia sudah menstruasi atau belum,
tetapi juga bergantung pada kematangan sel-sel mukosa yang terdapat di selaput
kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah
perempuan berusia 20 tahun ke atas. Terutama untuk perempuan yang masih dibawah
16 tahun mempunyai risiko yang tinggi terkena kanker serviks bila telah
melakukan hubungan seks. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa
pada serviks perempuan. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum
matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga belum siap menerima
rangsangan dari luar, termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma sehingga
sel-sel ini bisa berubah sifat menjadi kanker.
2. Hindari kebiasaan berganti-ganti
pasangan seks
Resiko terkena kanker
serviks lebih tinggi pada perempuan yang berganti-ganti pasangan seks daripada
yang tidak. Hal ini terkait dengan kemungkinan tertularnya penyakit kelamin,
salah satunya Human Papiloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di
permukaan mukosa hingga membelah menjadi banyak, bila terlalu banyak dan tidak
sesuai dengan kebutuhan, akan menjadi kanker.
3. Hindari kebiasaan pencucian vagina
Kebiasaan mencuci
vagina dengan obat-obatan antiseptik bisa menimbulkan kanker serviks, douching atau cuci vagina menyebabkan iritasi
di serviks seperti penggunaan betadin untuk pencucian vagina. Iritasi berlebihan dan terlalu sering akan
merangsang terjadinya perubahan sel, yang akhirnya menjadi kanker. Sebaiknya
pencucian vagina dengan bahan-bahan kimia tidak dilakukan secara rutin. Kecuali
bila ada indikasi, misalnya, infeksi yang memerlukan pencucian zat-zat kimia
dan atas saran dokter. Terlebih lagi pembersih tersebut umumnya akan membunuh
kuman-kuman termasuk kuman Basillus
doderlain di vagina yang memproduksi asam laktat untuk mempertahankan pH vagina,
bila pH vagina tidak seimbang, maka kuman-kuman patogen, seperti jamur dan
bakteri, mempunyai kesempatan untuk hidup di vagina.
4. Hindari kebiasaan menaburi talk
Ketika vagina terasa
gatal dan merah-merah, sering kali seorang perempuan menaburkan talk di
sekitarnya. Pemakaian talk pada vagina
perempuan usia subur bisa memicu terjadi kanker di daerah serviks dan ovarium
(indung telur), karena pada usia subur
sering ovulasi dan saat ovulasi dipastikan terjadi perlukaan di ovarium.
Bila partikel talk masuk dan menempel di atas luka akan merangsang bagian luka
untuk berubah sifat menjadi kanker dan
kanker di ovarium akan menyebar ke area lainnya termasuk serviks. Apabila talk
tersebut menumpuk dan mengendap maka akan menjadi benda asing dalam tubuh yang dapat
merangsang sel normal menjadi kanker.
5. Upayakan pola hidup sehat dan Periksa
kesehatan secara berkala dan teratur.
b.
Segi makanan
1. Pengaturan
pola makanan sehari-hari juga diperlukan agar tubuh mempunyai cadangan
antioksidan yang cukup sebagai penangkal radikal bebas yang merusak tubuh.
2. Perbanyak
makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau karena banyak mengandung
vitamin seperti betakaroten, vitamin C, mineral, klorofil, dan fitonutrien
lainnya. Klorofil bersifat radio protektif, antimutagenik, dan
antikarsinogenik.
3. Kurangi
makanan yang diasinkan, dibakar , diasap, atau diawetkan dengan nitrit karena
dapat menghasilkan senyawa kimia yang dapat berubah menjadi karsinogen
aktif.
4. Konsumsi
makanan golongan kubis seperti kubis bunga, kubis tunas, kubis rabi, brokoli
karena dapat melindungi tubuh dari sinar radiasi dan menghasilkan suatu enzim
yang dapat menguraikan dan membuang zat beracun yang beredar dalam tubuh.
3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary
Prevention)
Pencegahan
sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menentukan kasus-kasus dini sehingga
kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan, termasuk skrining,deteksi dini
(Pap’s smear) dan pengobatan.
Deteksi
dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana dengan program skrining
dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu : memperbaiki prognosis pada
sebagian penderita sehingga terhindar dari kematian akibat kanker, tidak
diperlukan pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya perasaan
tentram bagi mereka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena
pengobatan yang relative murah. Di beberapa negara maju yang telah melakukan
program skrining penyakit kanker serviks dalam upaya menemukan penyakit pada
tingkat prakanker, dapat menurunkan kematian sampai lebih dari 50%.
Adapun strategi skrining kanker serviks
di Indonesia: Mengingat di Indonesia kanker serviks masih menduduki urutan yang
teratas perlu dilakukan upaya untuk menanggulangi atau paling sedikit
menurunkan angka kejadiannya. Konsep patogenesis kanker serviks mempunyai arti
penting dalam skrining kanker serviks. Secara teoritis suatu program skrining
penyakit kanker harus tepat guna dan ekonomis.
Hal ini hanya dapat tercapai bila :
a. Penyakit
ditemukan relatif sering dalam populasi
b. Penyakit
dapat ditemukan dalam stadium pra-kanker
c. Teknik mempunyai kekhususan
dan kepekaan tinggi untuk mendeteksi stadium pra-kanker
d. Stadium
pra-kanker ini dapat diobati secara tepat guna dan ekonomis
e. Terdapat
bukti pengobatan stadium pra-kanker menurunkan insiden kanker invasif.
Kanker
serviks mengenal stadium pra-kanker yang dapat ditemukan dengan skrining
sitologi yang relatif murah, tidak
sakit, cukup akurat; dan dengan bantuan kolposkopi, stadium ini dapat diobati
dengan cara-cara konservatif seperti krioterapi, kauterisasi atau sinar laser,
dengan memperhatikan fungsi reproduksi.
Adapun pengobatan yang dilakukan
untuk penderita kanker serviks sebagai pencegahan tingkat kedua adalah :
a.Operasi (bedah)
Pada
prinsipnya operasi sebagai pengobatan apabila kanker belum menyebar yang
tujuannya agar kanker tidak kambuh lagi..Operasi terutama dilakukan untuk
kuratif disamping tujuan paliatif (meringankan). Operasi dilakukan pada
karsinoma in situ dan mikrovasif, dalam operasi tumor dibuang dengan konisasi,
koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma mikrovasif banyak ahli
ginekoligik memilih tindakan histerektomi radikal (seluruh rahim diangkat
berikut sepertiga vagina, serta penggantung rahim akan dipotong hingga sedekat
mungkin dengan dinding panggul). Pada perempuan yang masih menginginkan anak atau
penderita yang menolak histerektomi dapat dipertimbangkan konisasi atau
elektrokoagulasi.
Pada
karsinoma invasif stadium IB dan IIA, lebih banyak dipilih tindakan operasi
pengangkatan rahim secara total berikut kelenjer getah bening sekitarnya (histerektomi
radikal).
b. Radioterapi
Radioterapi
adalah terapi untuk menghancurkan kanker
dengan sinar ionisasi. Kerusakan yang terjadi akibat sinar tidak terbatas pada
sel-sel kanker saja tetapi juga pada sel-sel normal disekitarnya, tetapi
kerusakan pada sel kanker umumnya lebih besar dari pada sel normal, karena itu
perlu diatur dosis radiasi sehingga kerusakan jaringan yang normal minimal dan
dapat pulih kembali. Radioterapi
dilakukan pada karsinoma invasif stadium lanjut (IIB, III, IV). Terapi biasanya
hanya bersifat paliatif (mengurangi atau mengatasi keluhan penderita), dititik
beratkan pada radisi eksternal dan internal. Kemajuan teknologi radioterapi
pada saai ini dimana radiasi dapat diarahkan pada massa tumor secara akurat,
sehingga pemberian dosis tinggi tidak memberikan penyulit yang berarti. Pada
stadium IV lebih banyak memilih mutilasi eksentaris total yaitu mengangkat
kantong kemih, rektum dan dibuat uretra dan anus tiruan (Praeter
naturalis).
c. Khemoterapi
Khemoterapi ialah terapi untuk
membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat anti kanker yang disebut sitostatika.
Pada umumnya sitostatika hanya merupakan terapi anjuvant (terapi tambahan yaitu
: terapi yang bertujuan untuk menghancurkan sisa-sisa sel kanker yang
mikroskopik yang mungkin masih ada) setelah terapi utama dilakukan. Khemoterapi
yang sering dipergunakan pada karsinoma serviks adalah Methotrexate,
Cyclophospahanimide, Adiamycin dan Mitomicin-C. Sitostatika biasanya diberi
kombinasi.
4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary
Prevention)
Pencegahan
tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker
serviks. Penderita yang menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena
pengobatan perlu direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan/atau fungsi
organ yang cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di
masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker serviks
yang baru menjalani operasi contohnya seperti melakukan gerakan-gerakan untuk
membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan, bagi
penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan
radioterapi bisa diatasi dengan memakai
wig untuk sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali.
Tabel 2.1 Riwayat alamiah Penyakit & 5 Tingkat
Pencegahan dalam Epidemiologi Penyakit Kanker Serviks
RAP
(Natural of Occupational Disease)
|
5
Level Prevention
|
Sasaran
|
Rencana
Tindakan
|
Patogenesis
(Masa sebelum sakit)
|
Promosi
Kesehatan (Health Promotion)
|
Host
|
a. Promosi
kesehatan pentingnya menjaga dan meningkatkan kesehatan, khususnya masalah
kesehatan reproduksi.
b. Promosi
tentang pentingnya penggunaan alat pengaman (kondom) pada saat berhubungan
seks (suami-istri). Serta pentingnya pemilihan dan penggunaan alat
kontrasepsi (misalnya IUD).
c. Promosi
kesehatan tentang pentingnya pendidikan seks bagi remaja.
d. Mengonsumsi
makanan yang bergizi.
e. Tidak
merokok
|
|
|
Agent
|
a. Tidak
menggunakan pembalut dan pembersih alat reproduksi yang menggunakan bahan
kimia berbahaya.
b. Menghindari
penggunaan talk pada alat reproduksi.
|
Environment
|
a. Menjaga
kebersihan sanitasi air.
|
||
Patogenesis
|
|
|
|
(Masa
Inkubasi) / Early pathogenesis
|
Spesific
Protection
|
Host
|
a. Pemberian
vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis yaitu tipe 16 dan 18.
b. Tidak
berganti - ganti pasangan.
|
Agent
|
a. Menggunakan
alat pengaman (kondom) pada saat berhubungan seks (suami-istri).
|
||
Environment
|
a. Menjaga
sanitasi lingkungan.
|
||
Tahap
dini / demonstrable but early disease
|
Early
Diagnosis & Prompt Treatment
|
Host
|
a. Screening
penderita kanker serviks (see and treat)
seperti tes pa, tes IVA – inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat, tes
HPV.
b. Pemeriksaan
secara rutin.
|
Agent
|
a. Mendeteksi
penyebab penyakit.
b. Tidak
menggunakan alat kontrasepsi yang tidak cocok.
c. Tidak
menggunakan pembalut yang berbahaya.
|
||
Environment
|
a. Mendeteksi
kebersihan lingkungan (misalnya sumber air bersih).
b. Mendeteksi
adanya PMS yang diderita oleh pasangan (suami).
|
||
Tahap
lanjut / advance or manifest disease
|
|
Host
|
a. Perawatan
penderita sesuai tingkatan penyakit yang dideritanya.
b. Tidak
berhubungan seks (suami-istri).
|
Agent
|
a. Tidak
menggunakan antiseptic yang berbahaya.
|
||
Environment
|
a. Tidak
berhubungan seks (suami-istri).
|
||
Tahap
akhir / convalcense
|
Limitation
Disability
|
Host
|
a. Operasi
(bedah)
b. Radioterapi
c. Khemoterapi
|
Agent
|
a. Tidak
menggunakan antiseptic yang berbahaya.
|
||
Environment
|
a. Tidak
berhubungan seks (suami-istri).
|
||
Pasca
pathogenesis / convalcense :
Karier
Cacat
Kronis
Meninggal
/ Rest in Peace (RIP)
|
Rehabilitation
|
Host
|
a. Melakukan
gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk
mengurangi pembengkakan.
b. Pemeliharaan
kesehatan secara maksimal.
c. Bagi
penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan
radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya
rambut akan tumbuh kembali.
|
Agent
|
a. Tidak
menggunakan antiseptic yang berbahaya.
|
||
Environment
|
a. Menggunakan
sumber air bersih.
b. Mengonsumsi
makanan yang bergizi.
|
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kanker
adalah penyakit yang ditandai dengan proliferasi yang tidak terkontrol dan
mengarah pada invasi jaringan di sekitarnya serta menyebar ke bagian lain dalam
tubuh. Aktivitas proliferasi yang tidak
terkontrol akan membentuk jaringan abnormal yang disebut neoplasma
(King, 2000).
2. Pada
kanker serviks gejala yang sering ditemukan adalah keputihan, pendarahan
sentuh, dan pengeluaran cairan encer. Pada awal penyakit sering tidak terdapat
gejala apapun.
3. Secara
histopatologis pertumbuhan sel kanker serviks diklasifikasikan ke dalam 4
stadium, yaitu displasia, karsinoma in situ, karsinoma mikroinvasif, karsinoma
invasif.
4. faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks yaiti
host (Usia, Status Pernikahan, Tingkat Pendidikan, Penggunaan jangka panjang
alat kontrasepsi IUD (lebih dari 5 tahun, Merokok, Defisiesi zat gizi, Riwayat
kanker serviks pada keluaraga ), Agent (human
papillomavirus (HPV), Environmental
(Berganti-ganti pasangan seksual, Pembalut yang mengandung bahan kimia).
5. Pencegahan
terdiri dari beberapa tahap yaitu
pencegahan primodial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, pencegahan tertier.
3.2 Saran
Sebaiknya
wanita mengupayakan pola hidup sehat dan Periksa
kesehatan secara berkala dan teratur. Serta
menjaga kebersihan organ intim mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Andrews,
Gilly. 2009. Buku Ajar Kesehatan
Reproduksi Wanita, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Aziz,
MF. 2002. Skrening dan Deteksi Dini
Kanker Serviks. Jakarta : FK – UI
Cornain,
Santoso dan kawan-kawan. Tumor Ganas Pada Wanita. Jakarta: Patologi
Anatomi FK UI : 31 – 39. (1986).
Diananda
R. 2009. Panduan Lengkap Mengenai Kanker.
Yogyakarta : Mirza Media Pustaka.
Jawetz,et
all, 1995, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, 583-586, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Mamik, Wibowo Arief. Kelangsungan Hidup Kanker Leher Rahim.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2000.
Mardjikoen Prastowo. Tumor Ganas Alat Genital. Dalam
Ilmu Kandungan cetakan keempat edisi kedua; hal. 367-408. Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta. 2005.
Riono Yohanes. Kanker Leher Rahim. Dept of Surgery Holywood
Hospital. 2000.
Robins
L Stanley, Kumar Vinay. Sistem Genitalia Wanita dan Payudara. Dalam Buku
Ajar Patologi II edisi keempat; hal. 379-382. Alih Bahasa: Jonatan Oswari,
Erlan, Irawati Setiawan, Huriawati Hartanto, Sugiarta Komala. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1995.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker adalah
penyebab utama kematian di seluruh dunia dan menyumbang 7,6 juta kematian
(sekitar 13% dari semua kematian) pada tahun 2008. 1 Penggunaan tembakau adalah
faktor risiko utama untuk kanker. Penggunaan alkohol Berbahaya, diet yang buruk
dan aktivitas fisik merupakan faktor risiko utama. Infeksi tertentu menyebabkan
hingga 20% dari kematian akibat kanker di negara berpenghasilan rendah dan
menengah dan 9% dari kematian akibat kanker di negara berpendapatan tinggi.
Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah berkembangnya
sel kanker menyelimuti leher rahim, dimana hal ini berlangsung lama. Sebelum
menjadi kanker, sel kanker mengalami perubahan, dimana tanda perubahan
mengindikasikan kanker mungkin berkembang.
Penyebab langsung
kanker leher rahim belum diketahui
secara pasti, tetapi ada bukti kuat bahwa kejadiannya berhubungan erat dengan
sejumlah faktor ekstrinsik, seperti perilaku seks yang salah (berganti-ganti
pasangan), higiene personal yang kurang, suami yang tidak dikhitan, jumlah anak
lebih dari dua, dan lain-lain. Kanker jenis ini jarang ditemukan pada perawan
(virgo).
Penyebab terjadinya
kelainan pada sel-sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat
beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker
serviks:
1. HPV
(human papillomavirus). HPV adalah virus penyebab kutil genitalis (kondiloma
akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat
berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45 dan 56.
2. Merokok.
Tembakau merusak sistem kekebalan dan
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada
serviks.
3. Hubungan
seksual pertama dilakukan pada usia dini (<16 tahun).
4. Berganti-ganti
pasangan seksual.
5. Suami/pasangan
seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia di bawah 18 tahun,
berganti-ganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker
serviks.
6. Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran
(banyak digunakan pada tahun 1940-1970).
7. Gangguan
sistem kekebalan.
8. Pemakaian
pil KB.
9. Infeksi
herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.
10. Golongan
ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap smear secara rutin).
11. Insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi
bila jarak persalinan terlampau dekat.
Secara
umum tanda dan gejalanya adalah terjadinya perdarahan vagina setelah aktivitas
sexual atau diantara masa menstruasi. Sementara itu tanda lain yang mungkin
timbul antara lain adalah :
1. Hilangnya
nafsu makan dan berat badan
2.
Nyeri tulang panggul dan tulang belakang
3.
Nyeri pada anggota gerak (kaki)
4.
Terjadi pembengkakan pada area kaki
5.
Keluarnya feaces menyertai urin melalui
vagina
6.
Hingga terjadi patah tulang panggul.
Insiden yang lebih
tinggi terjadi pada mereka yang telah kawin.
Umur penderita kaknker leher rahim berkisar antara 30–60 tahun, dan
penderita terbanyak berumur 45–50 tahun.
Menurut penelitian, dari 1000 leher rahim wanita pada usia reproduksi,
hanya 48 yang betul-betul normal. Sebanyak 950 di antaranya ditemukan adanya kelainan jinak
seperti peradangan, dan 2 di antaranya mengalami tumor ganas.
Saat ini telah
diketahui bahwa di beberapa negara puncak insidensi lesi prankanker serviks
terjadi pada kelompok usia 30-39 tahun, sedangkan kejadian kanker serviks
terjadi pada usia di atas 60 tahun. Di Indonesia telah dilakukan penelitian
pada tahun 2002 mengenai puncak insidensi kanker serviks yaitu pada kelompok
usia 45-54 tahun. Sebetulnya program skrining dan deteksi dini kanker serviks
telah dilakukan di beberapa wilayah, baik dengan metode Tes Pap atau metode
pemeriksaan IVA. Namun belum Ada data yang menggambarkan tentang sebaran dan
hubungan antara usia dengan terjadinya lesi pra kanker serviks di Indonesia.
Program skrinning
dengan pemeriksaan Papsmear membutuhkan pemeriksaan laboratorium sitologi dan
dinilai memerlukan biaya yang lebih tinggi. Sehingga kenyataannya program
skrinning yang telah dilakukan di berbagai wilayah Indonesia belum menjangkau
seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat golongan ekonomi menengah ke
bawah. Masih banyak ibu-ibu beresiko tinggi pada kelompok usia 30-60 tahun yang
belum mendapat pelayanan deteksi dini kanker serviks.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui
definisi Kanker Serviks.
2. Mengetahui
Konsep penyakit (Penyebab, Tanda, Gejala, Pathogenesa serta Medikamentosa).
3. Mengetahui
determinan kanker serviks (Host, Environment. Dan Agent).
4. Mengetahui
riwayat alamiah penyakit kanker serviks.
5. Mengetahui
pencegahan kanker serviks.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi Penyakit
Kanker
adalah penyakit yang ditandai dengan proliferasi yang tidak terkontrol dan
mengarah pada invasi jaringan di sekitarnya serta menyebar ke bagian lain dalam
tubuh. Aktivitas proliferasi yang tidak
terkontrol akan membentuk jaringan abnormal yang disebut neoplasma
(King, 2000).
Penyakit kanker leher rahim yang istilah kesehatannya
adalah kanker serviks (Cervical Cancer) merupakan kanker yang terjadi pada
serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama
(vagina).
Kanker serviks (kanker
leher rahim) adalah berkembangnya sel kanker menyelimuti leher rahim, dimana
hal ini berlangsung lama. Sebelum menjadi kanker, sel kanker mengalami perubahan,
dimana tanda perubahan mengindikasikan kanker mungkin berkembang.
Kanker Leher Rahim
merupakan jenis kanker yang paling banyak
ditemukan pada wanita
di Indonesia (diantara jenis
kanker lainnya) dan banyak
menyebabkan kematian
karena terlambat dideteksi dan diobati. Frekuensi relatif di Indonesia adalah
27 % berdasarkan data patologik atau 16 % berdasarkan data rumah sakit. Insiden puncak pada usia 40–50
tahun.
Dalam serviks terdapat 2 jenis sel yaitu sel
skuamos dan glandular atau sel endoserviks. Pada kanker serviks, sel-sel bertindak
secara tidak normal
terus membesar dan membentuk benjolan
atau tumor. Biasanya sel-sel
ganas tersebut berasal dari squamo
columnar juntion. Penyebab terbanyak dari kanker leher rahim adalah
99 % dari HPV (human
papilloma virus) yang disebarkan lewat perilaku seks yang tidak sehat.
Kanker
serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di
negara-negara sedang berkembang. Se-iap tahun diperkirakan terdapat 500.000
kasus kanker serviks baru di seluruh dunia, 77 % di antaranya ada di
negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk
pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker
serviks menempati urutan pertama di antara kanker pada wanita. Studi
epidemiologik menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko terjadi-nya kanker serviks
meliputi hubungan seksual pada usia dini <20 tahun), berganti-ganti pasangan
seksual, merokok, trauma kronis pada serviks uteri dan higiene genitalia. Lebih
dari separuh penderita kanker serviks berada dalam stadium lanjut yang
memerlukan fasilitas khusus untuk peng-obatan seperti peralatan radioterapi
yang hanya tersedia di beberapa kota besar saja. Di samping mahal, pengobatan
terhadap kanker stadium lanjut memberikan hasil yang tidak memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun yang rendah.
Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh kanker serviks dipandang dari
segi harapan hidup, lamanya penderita-an, serta tingginya biaya pengobatan,
sudah sepatutnya apabila kita memberikan
perhatian yang lebih besar mengenai latar belakang dari penyakit
yang sudah terlalu banyak meminta korban itu, dan segala aspek yang berkaitan
dengan penyakit tersebut serta upaya-upaya preventif yang dapat dilakukan.
2.2 Konsep Penyakit
1. Penyebab Kanker Servik
Kanker serviks menyerang daerah
leher rahim atau serviks yang disebabkan
infeksi virus HPV (human
papillomavirus) yang tidak sembuh dalam waktu lama. Jika kekebalan
tubuh berkurang, maka infeksi HPV akan mengganas dan bisa menyebabkan
terjadinya kanker serviks. Gejalanya tidak terlalu kelihatan pada stadium dini,
itulah sebabnya kanker serviks yang dimulai dari infeksi HPV dianggap sebagai "The Silent Killer".
Beberapa gejala bisa diamati meski
tidak selalu menjadi petunjuk infeksi HPV. Keputihan atau mengeluarkan sedikit
darah setelah melakukan hubungan intim adalah sedikit tanda gejala dari kanker
ini. Selain itu, adanya cairan kekuningan yang berbau di area genital juga bisa
menjadi petunjuk infeksi HPV. Virus ini dapat menular dari seorang penderita
kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya dapat melalui
kontak langsung dan karena hubungan seks.
Ketika terdapat virus ini pada
tangan seseorang, lalu menyentuh daerah genital, virus ini akan berpindah dan
dapat menginfeksi daerah serviks atau leher rahim Anda. Cara penularan lain
adalah di closet
pada WC umum yang sudah terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker ini
mungkin menggunakan closet,
virus HPV yang terdapat pada penderita berpindah ke closet. Bila Anda menggunakannya tanpa
membersihkannya, bisa saja virus kemudian berpindah ke daerah genital Anda.
Buruknya gaya hidup seseorang dapat
menjadi penunjang meningkatnya jumlah penderita kanker ini. Kebiasaan merokok, kurang
mengkonsumsi vitamin C, vitamin E dan
asam folat dapat menjadi penyebabnya. Jika mengkonsumsi makanan bergizi akan
membuat daya tahan tubuh meningkat dan dapat mengusir virus HPV.
Risiko menderita kanker serviks adalah wanita yang aktif berhubungan seks
sejak usia sangat dini, yang sering berganti pasangan seks, atau yang
berhubungan seks dengan pria yang suka berganti pasangan. Faktor penyebab
lainnya adalah menggunakan pil KB dalam jangka waktu lama atau berasal dari
keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker.
Sering kali, pria yang tidak
menunjukkan gejala terinfeksi HPV itulah yang menularkannya kepada pasangannya.
Seorang pria yang melakukan hubungan seks dengan seorang wanita yang menderita
kanker serviks, akan menjadi media pembawa virus ini. Selanjutnya, saat pria
ini melakukan hubungan seks dengan istrinya, virus tadi dapat berpindah kepada
istrinya dan menginfeksinya.
2. Tanda
dan Gejala Kanker Serviks
Pada kanker serviks gejala yang sering
ditemukan adalah keputihan, pendarahan sentuh, dan pengeluaran cairan encer.
Pada awal penyakit sering tidak terdapat gejala apapun. Jika ditemukan
keputihan kemungkinan kanker serviks perlu diwaspadai walaupun gejala tersebut
bukanlah gejala yang khas dari kanker serviks dan pada keadaan yang lanjut
dapat ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama (perdarahan
pasca senggama), jika lebih berat lagi dapat terjadi perdarahan yang tidak
teratur (metrorhagia).
Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi
pengeluaran cairan kekuningan kadang-kadang bercampur darah dan berbau sangat
busuk dari liang senggama. Muka
penderita tampak pucat karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia
sering ditemukan sebagai akibat perdarahan-perdarahan pervagina dan akibat
penyakit, berat badan biasanya baru menurun pada stadium klinik III.
Rasa nyeri di daerah pinggul atau di
ulu hati dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau radang panggul. Rasa
nyeri di daerah pinggang dan punggung dapat terjadi karena terbendungnya
saluran kemih sehingga ginjal menjadi membengkak (hidronefrosis) atau karena
penyebaran tumor kelenjer getah bening di sepanjang tulang belakang (para
aorta). Juga pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul,
disebabkan penyebaran tumor ke kelenjer getah bening dinding panggul. Timbulnya
perdarahan dari saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh
penyebaran tumor ke kandung kemih dan ke rektum.
Semakin lanjut dan bertambah
parahnya penyakit, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia,
malaise, nafsu makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan dapat sampai
meninggal dunia.. Tiga puluh persen dari kanker serviks ditemukan pada waktu
Tes Pap tanpa keluhan.
3.
Pathogenesa Kanker Serviks
Secara histopatologis pertumbuhan
sel kanker serviks diklasifikasikan ke dalam 4 stadium, yaitu : displasia,
karsinoma in situ, karsinoma mikroinvasif, karsinoma invasif.
3.1. Displasia
Displasia adalah satu lesi di dalam epitel
yang menunjukkan sel-sel atipia dari berbagai tingkat yang dapat terjadi pada
epitel skuamosa dan epitel metaplastik berasal dari mukosa endoserviks. Terjadi
pertumbuhan aktif disertai gangguan proses pematangan epitel serviks uteri yang
dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan superfisial. Awal perubahan dimulai
di inti sel dimana rasio inti-sitoplasma bertambah, warna lebih gelap, bentuk
dan besar sel mulai bervariasi, susunan
tidak teratur dan mitosis aktif.
Berdasarkan derajat perubahan sel
individu dan lapisan sel epitel yang jelas mengalami perubahan, displasia
dibagi dalam 3 derajat pertumbuhan, yaitu: displasia ringan, sedang, berat.
a. Displasia Ringan
Terjadi kekacauan polaritas yang
minimal dimana inti sel selalu besar, tidak teratur, dan berwarna hitam/gelap.
Mitosis kadang dapat ditemukan dan sel atipia menempati sampai sepertiga bawah
ketebalan epitel.
b. Displasia Sedang
Derajat
atipia lebih nyata dan sel atipia menempati sampai dua pertiga ketebalan
epitel. Enampuluh persen displasia ringan dan sedang akan menjadi karsinoma
invasif.
c. Displasia Berat
Disini sel atipia sangat mencolok
dan disertai kekacauan polaritas yang mencolok. Tampak sel berukuran besar
dengan inti yang lebih gelap dan mitosis sangat mudah ditemuka dan hampir
menempati seluruh ketebalan epitel.
3.2.
Karsinoma In Situ
Karsinoma in situ adalah satu lesi dimana seluruh
epitel menunjukkan gambaran sel karsinoma. Tidak ada invasi dalam stroma di
bawahnya. Tampak kekacauan polaritas yang nyata dengan sel berinti kecil
hiperkromatik. Mitosis normal maupun atipik mudah ditemukan tersebar diseluruh
lapisan epitel. Lesi ini sering mengikutsertakan kelenjar serviks.
3.3.
Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif disamping derajat
pertumbuhan sel meningkat, juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi
pada stroma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis. Biasanya tumor ini
asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining
kanker atau ditemukan bertepatan pada pemeriksaan penyakit lain di serviks
uteri. Pada pemeriksaan fisik juga tidak terlihat perubahan pada porsio. Akan
tetapi dengan pemeriksaan kolposkopi dapat diprediksi adanya prakarsinoma.
3.4.
Karsinoma Invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat
pertumbuhan sel menonjol, besar dan bentuk sel bervariasi, inti gelap dan
khromatin berkelompok tidak merata serta susunan sel makin tidak teratur.
Sekelompok atau lebih sel tumor menginvasi membran basal dan tumbuh infiltratif
ke dalam stroma. Kadang-kadang terlihat invasi sel tumor pada pembuluh getah
bening ataupun pembuluh darah (angio invasi). Karsinoma invasif dibagi dalam
tiga subtipe yaitu:
a. Karsinoma Sel Skuamos
dengan Keratin
Sekelompok sel mengandung keratin
dan biasanya jenis tumor ini tumbuh di area ektoserviks dan kurang sensitif
terhadap radioterapi.
b. Karsinoma Sel
Skuamos tanpa Keratin
Tumor
tumbuh di area peralihan sel skuamos-kolumnar, dimulai dari pertumbuhan metaplasia
sel skuamos. Jenis tumor ini cukup sensitif terhadap radioterapi.
c. Karsinoma Sel Kecil (Small Cell Carcinoma)
Pertumbuhan tumor berasal dari sel cadangan
epitel di area endoserviks. Ukuran sel
kecil, bentuk memanjang atau oval. Tumor ini sensitif terhadap
radiasi.
4.
Medikamentosa
Pemilihan pengobatan untuk kanker
serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia,
keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi.
1. Pembedahan.
Pada karsinoma in situ (kanker yang
terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat
diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki
anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan
ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya
setiap 6 bulan.
Jika penderita tidak memiliki
rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada kanker
invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah
bening.
Pada wanita
muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih
berfungsi tidak
diangkat.
2. Terapi penyinaran.
Terapi penyinaran (radioterapi)
efektif untuk mengobati kanker invasif
yang masih terbatas pada daerah panggul.
Pada radioterapi
digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya.
Ada 2 macam radioterapi:
a. Radiasi
eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar. Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran
biasanya dilakukan sebanyak 5
hari/minggu selama 5-6 minggu.
b. Radiasi
internal : zat radioaktif terdapat di
dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan
selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini
bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran
adalah:
a. iritasi
rektum dan vagina
b. kerusakan
kandung kemih dan rektum
c. ovarium
berhenti berfungsi.
3. Kemoterapi.
Jika kanker telah menyebar ke luar
panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan
obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui
mulut.
Kemoterapi diberikan
dalam suatu siklus, artinya suatu
periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan,
diselingi dengan pemulihan, begitu seterusnya.
4. Terapi biologis.
Pada terapi biologis digunakan
zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan
pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering
digunakan adalah Interferon, yang bisa
dikombinasikan dengan kemoterapi.
2.3
Determinan / Faktor yang Mempengaruhi
a. Host
1. Usia
Saat ini telah diketahui di beberapa
negara bahwa puncak insidensi lesi prakanker serviks terjadi pada kelompok usia
30-39 tahun, sedangkan kejadian kanker serviks terjadi pada usia diatas
60tahun. Di Indonesia, telah dilakukan penelitian pada tahun 2002 mengenai
puncak insidensi kanker serviks yaitu pada kelompok usia 45-54 tahun.
Penelitian ain di RSCM (1997-1998) menunjukkan insidens kanker serviks
meningkat sejak usia 25-34 tahun dan dan puncaknya pada usia 35-44 tahun.
Menurut Bensol KL, 2% dari wanita yang
berusia 40 tahun akan menderita kanker serviks dalam hidupnya. Hal ini
dimungkinkan karena perjalanan penyakit ini memerlukan waktu 7 sampai 10 tahun
untuk terjadinya kanker invasif sehingga sebagian besar terjadinya atau
diketahuinya setelah berusia lanjut.
2. Status Pernikahan
Usia kawin muda menurt Rotkin,
Chistoperson dan parker serta Barron dan Ricarht jelas berpengaruh. Rotkin menghubungkan
terjadinya karsinoma serviks dengan usia saat seorang wanita mulai aktif
berhubungan seksual, dikatakan pula olehnya karsinoma serviks cendrung timbul
bila saat mulai aktif berhungan seksual pada saat usia kurang dari 17
tahun. Lebih dijelaskan bahwa umur
antara 15-20 tahun merupakan periode yang rentan. Pada periode laten antara
coitus pertama dan terjadinya kanker serviks kurang lebih dari 30 tahun. Pada usia 20-40 tahun disebut sebagai masa dewasa
dini yang disebut juga usia produktif. Sehingga pada masa ini diharapkan orang
telah mampu untuk masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional,
perkembangan fisiknya maupun kemampuanya dalam hal kehamilan baik kelahiran
banyinya.
3. Tingkat Pendididkan
Pendidikan adalah proses pengubahan
sikap dan tatalaku seorang atau kelompok orang dalam dalam usaha mendewasakan
manusia melalui pengajaran dan pelatihan.
Tingkat
pendidikan seseoarang yang rendah menyebabkan seseorang tidak perduli terhadap
program kesehatan yang ada, sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin
terjadi. Walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka tahu menggunakannya.
Perilaku hidup sehat sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduk. Tingkat pendidikan yang masih
rendah merupakan salah satu sebab rendahnya pemahaman masyarakat terhadap
informasi kesehatan serta pembentukan perilaku sehat. Wanita yang berpendidikan
tinggi cendrung akan memperhatikan kesehatn diri dan keluarganya.
4. Penggunaan jangka panjang alat kontrasepsi IUD (lebih
dari 5 tahun)
Resiko noninvasif dan invasif kanker
serviks telah menunjukkan hubungan dengan kontrsepsi iud. Keadaan- keadaan lain yang dapat menyebabkan kontra
indikasi untuk insersi IUD yaitu penyakit katup jantung (kemungkinan terjadi
sub-akut bakterial endokarditis),keganasan
endometrium atau serviks, stenosis servik yang sehat, uterus yang kecil sekali, endometriosis, myoma uteri,polipendometrium, kelainan kongenital uterus, dismenore yang hebat, darahhaid yang banyak, haid yang ireguler, atau perdarahan bercak atau (spotting), alergi terhadap Cu atau penyakit Wilson yaitu penyakitgangguan Cu yang turun menurun,anemia,ketidakmampuan untuk mengetahui tanda-tanda bahaya IUD, ketidakmampuan untuk memeriksa sendiri ekor IUD, riwayat Gonorge, Chlaimyda, Syphilis,atau Herpes, Actinomycosis genetalia, riwayat reaksi
vaso-vagal yang berat atau pingsan, Inkompatibilitas golongan darah misalnya Rhnegatif, pernah mengalami problem ekspulsi IUD, leukore
atau infeksivagina, riwayat infeksi pelvis, riwayat operasi pelvis, keinginan untuk mendapatkan anak dikemudian hari atau pertimbangan kesuburandimasa
yang akan datang.
Sedangkan menurut (Wiknjosastro,
2002) terdapat beberapa kontra indikasiIUD
antara lain Indikasi-kontra mutlak pemakaian IUD ialah kehamilan, penyakit radang panggul
aktif atau rekuren, karsinoma servik, karsinoma korporis uteriIndikasi-kontra relatif lain ialah tumor ovarium, kelainan
utrerus 9mioma,kanalis servikalis, dan sebagainya), Gonorgea, servisitis, kelainan haid, dismenore,
stenosis
kanalis servikalis.
5. Merokok
Wanita perokok memiliki 2kali lebih
besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Penelitian menunjukan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin
dan zat-zat lainnya yang ada didalam
rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks disamping merupakan
ko-Karsinogen infeksi virus.
6. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang
menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya
displasia ringan dan sedang serta mungkin kuga meningkatkan terjadinya kanker
serviks pada wanita yag makanannya rendah beta karoen dan retinol (vitamin A).
7. Riwayat kanker serviks pada keluarga (keturunan)
Bila seorang wanita mempunyai saudara kandung
atau ibu yang mempunyai kanker serviks, maka ia mempunyai kemungkinan 2-3 kali
lebih besar untuk juga mempunyai kanker serviks dibandingkan dengan orang
normal. Beberapa peneliti menduga hal ini berhubungan dengan berkurangnya
kemampuan untuk melawan infeksi HPV.
b. Agent
Kanker serviks
disebabkan oleh infeksi yang terus menerus dari human papillomavirus (HPV) tipe
onkogenik (yang berpotensi menyebabkan kanker). Telah terbukti bahwa HPV
merupakan sebab mutlak terjadinya kanker serviks - angka prevalensi didunia
mengenai karsinoma serviks adalah 99,7 %*. Human
papillomavirus (HPV) adalah
anggota dari papillomavirus keluarga virus yang mampu
menginfeksi manusia. Seperti semua papillomaviruses, infeksi HPV membangun
produktif hanya dalam keratinosit dari kulit atau selaput lendir . Sementara sebagian dari hampir
200 tipe HPV yang diketahui tidak menyebabkan gejala pada kebanyakan orang,
beberapa jenis dapat menyebabkan kutil (verrucae), sementara yang lain dapat - dalam kasus
minoritas - menyebabkan kanker serviks.
c. Environment
1. Berganti – ganti pasangan seksual
Perilau
seksual berupa berganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti Human Papilloma Virus (HPV) telah
terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks. Resiko terkena kanker
serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai patner seksual 6orang
atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor
pendamping.
2. Pembalut yang mengandung bahan kimia
Biasanya bahan kimia yang terkandung
di dalam pembalut menurut Nasrun, adalah dioksin (bahan beracun kimia) yaitu
bahan yang biasa digunakan sebagai pemutih kertas atau sejenisnya. Pembalut
yang mengandung dioksin sering menyebabkan bagian intim organ kewanitaan selalu
mengalami masalah, seperti keputihan, gatal-gatal, iritasi, juga pemicu
terjadinya kanker mulut rahim.
2.4
Riwayat Alamiah Penyakit
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik (CDC, 2010c). Riwayat alamiah penyakit merupakan salah satu elemen utama epidemiologi deskriptif (Bhopal, 2002, dikutip Wikipedia, 2010).
Gambar 2.1 Riwayat alamiah infeksi HPV dan potensi
menjadi kanker
1.
Prepatogenesis
Pada fase tersebut, individu berada dalam
keadaan sehat/normal. Namun, telah terjadi interaksi antara penjamu dengan
bibit penyakit di luar tubuh manusia / lingkungan.
2.
Patogenesis
a.
Masa Inkubasi
Pada masa tersebut, Human Papilloma Virus
(HPV) telah masuk ke dalam tubuh hingga menimbulkan adanya geja-gejala
tertentu. Sebagian besar Ca serviks dimulai dengan infeksi awal oleh HPV,
tetapi sebagian besar infeksi HPV tidak berkembang menjadi Ca serviks. Infeksi
awal HPV dapat berlanjut dan menjadi displasia atau hilang dengan spontan.
Sebagian besar wanita yang terinfeksi HPV akan mengalami displasia tingkat
rendah, disebut CIN 1 (cervical intraepithelial neoplasia 1), dalam beberapa
bulan atau tahun terinfeksi. Sebagian besar (60%) dari CIN 1 mengalami regresi
dan menghilang dengan spontan dalam tempo 2-3 tahun terutama pada wanita usia
di bawah 35 tahun. Displasia tingkat rendah (CIN 1) perlu dimonitor tetapi
tidak perlu diobati Sebagian kecil kasus CIN 1 akan mengalami progresi menjadi
displasia tingkat tinggi, disebut CIN 2/3.
Sekitar 15% infeksi HPV yang persisten akan
berkembang menjadi CIN 2/3 dalam tempo 3-4 tahun, baik dengan atau tanpa
melalui CIN 1. CIN 2/3 merupakan prekursor Ca serviks, karena itu harus
diobati. Perjalanan Ca serviks memiliki masa laten sangat panjang, hingga 20
tahun. Risiko perkembangan dari lesi prekanker (CIN 2/3) menjadi kanker invasif
adalah sekitar 30-70% (rata-rata 32 persen) dalam tempo 10 tahun. Ca serviks
paling sering terjadi pada wanita setelah usia 40 tahun, lebih-lebih wanita di
usia 50 dan 60 tahunan (Parkin et al., 1997).
b. Tahap Dini
Pada tahap dini,
setelah dilakukan diagnosa akan tampak berbagai gejala / tanda adanya kanker
serviks. Seperti, keputihan, pendarahan, dan pengeluaran
cairan encer. Walaupun demikian, penderita masih bisa beraktivitas seperti
biasa.
c. Tahap Lanjut
Pada tahap lanjut, dapat
ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama (perdarahan pasca
senggama), jika lebih berat lagi dapat terjadi perdarahan yang tidak teratur
(metrorhagia). Sehingga, penderita membutuhkan perawatan dan pengobatan secara
intensif.
Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi
pengeluaran cairan kekuningan kadang-kadang bercampur darah dan berbau sangat
busuk dari liang senggama. Muka
penderita tampak pucat karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia
sering ditemukan sebagai akibat perdarahan-perdarahan pervagina dan akibat
penyakit, berat badan biasanya baru menurun pada stadium klinik III.
Rasa nyeri di daerah pinggul atau di ulu hati
dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau radang panggul. Rasa nyeri di
daerah pinggang dan punggung dapat terjadi karena terbendungnya saluran kemih
sehingga ginjal menjadi membengkak (hidronefrosis) atau karena penyebaran tumor
kelenjer getah bening di sepanjang tulang belakang (para aorta). Juga pada
stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul, disebabkan penyebaran
tumor ke kelenjer getah bening dinding panggul. Timbulnya perdarahan dari
saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh penyebaran tumor
ke kandung kemih dan ke rektum.
3. Pasca Patogenesis / Tahap Akhir
Semakin lanjut dan bertambah parahnya
penyakit, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia, malaise, nafsu
makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan dapat sampai meninggal
dunia.. Tiga puluh persen dari kanker serviks ditemukan pada waktu Tes Pap
tanpa keluhan. Kanker serviks adalah salah satu penyakit yang tidak bisa
disembuhkan. Sehingga, pada tahap ini penderita sangat membutuhkan rehabilitasi
yang maksimal.
2.5 Upaya Pencegahan
Pencegahan adalah
upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian
akibat kanker serviks. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu pencegahan primodial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, pencegahan tertier.
1. Pencegahan Primodial
Tujuan pencegahan
primodial adalah mencegah timbulnya faktor risiko kanker serviks bagi perempuan
yang belum mempunyai faktor risiko dengan cara, seperti pendidikan seks bagi
remaja, menunda hubungan seks remaja sampi pada usia yang matang yaitu lebih
dari 20 tahun.
2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary
Prevention)
Pencegahan primer
adalah upaya yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko
bagi perempuan yang mempunyai faktor risiko. Untuk mengetahui bagaimana
pencegahan primer dapat dilakukan pada kanker serviks, maka perlu diketahui karsinogenesisnya yaitu
bagaimana kanker dapat timbul.
Pencegahan dilakukan dengan menghindari diri dari bahan karsinogen atau
penyebab kanker. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan:
a.
Segi kebiasaan
1. Hindari hubungan seks terlalu dini
Hubungan seks
idealnya dilakukan setelah seorang perempuan yang sudah benar-benar matang.
Ukuran kematangan bukan hanya di lihat dari ia sudah menstruasi atau belum,
tetapi juga bergantung pada kematangan sel-sel mukosa yang terdapat di selaput
kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah
perempuan berusia 20 tahun ke atas. Terutama untuk perempuan yang masih dibawah
16 tahun mempunyai risiko yang tinggi terkena kanker serviks bila telah
melakukan hubungan seks. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa
pada serviks perempuan. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum
matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga belum siap menerima
rangsangan dari luar, termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma sehingga
sel-sel ini bisa berubah sifat menjadi kanker.
2. Hindari kebiasaan berganti-ganti
pasangan seks
Resiko terkena kanker
serviks lebih tinggi pada perempuan yang berganti-ganti pasangan seks daripada
yang tidak. Hal ini terkait dengan kemungkinan tertularnya penyakit kelamin,
salah satunya Human Papiloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di
permukaan mukosa hingga membelah menjadi banyak, bila terlalu banyak dan tidak
sesuai dengan kebutuhan, akan menjadi kanker.
3. Hindari kebiasaan pencucian vagina
Kebiasaan mencuci
vagina dengan obat-obatan antiseptik bisa menimbulkan kanker serviks, douching atau cuci vagina menyebabkan iritasi
di serviks seperti penggunaan betadin untuk pencucian vagina. Iritasi berlebihan dan terlalu sering akan
merangsang terjadinya perubahan sel, yang akhirnya menjadi kanker. Sebaiknya
pencucian vagina dengan bahan-bahan kimia tidak dilakukan secara rutin. Kecuali
bila ada indikasi, misalnya, infeksi yang memerlukan pencucian zat-zat kimia
dan atas saran dokter. Terlebih lagi pembersih tersebut umumnya akan membunuh
kuman-kuman termasuk kuman Basillus
doderlain di vagina yang memproduksi asam laktat untuk mempertahankan pH vagina,
bila pH vagina tidak seimbang, maka kuman-kuman patogen, seperti jamur dan
bakteri, mempunyai kesempatan untuk hidup di vagina.
4. Hindari kebiasaan menaburi talk
Ketika vagina terasa
gatal dan merah-merah, sering kali seorang perempuan menaburkan talk di
sekitarnya. Pemakaian talk pada vagina
perempuan usia subur bisa memicu terjadi kanker di daerah serviks dan ovarium
(indung telur), karena pada usia subur
sering ovulasi dan saat ovulasi dipastikan terjadi perlukaan di ovarium.
Bila partikel talk masuk dan menempel di atas luka akan merangsang bagian luka
untuk berubah sifat menjadi kanker dan
kanker di ovarium akan menyebar ke area lainnya termasuk serviks. Apabila talk
tersebut menumpuk dan mengendap maka akan menjadi benda asing dalam tubuh yang dapat
merangsang sel normal menjadi kanker.
5. Upayakan pola hidup sehat dan Periksa
kesehatan secara berkala dan teratur.
b.
Segi makanan
1. Pengaturan
pola makanan sehari-hari juga diperlukan agar tubuh mempunyai cadangan
antioksidan yang cukup sebagai penangkal radikal bebas yang merusak tubuh.
2. Perbanyak
makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau karena banyak mengandung
vitamin seperti betakaroten, vitamin C, mineral, klorofil, dan fitonutrien
lainnya. Klorofil bersifat radio protektif, antimutagenik, dan
antikarsinogenik.
3. Kurangi
makanan yang diasinkan, dibakar , diasap, atau diawetkan dengan nitrit karena
dapat menghasilkan senyawa kimia yang dapat berubah menjadi karsinogen
aktif.
4. Konsumsi
makanan golongan kubis seperti kubis bunga, kubis tunas, kubis rabi, brokoli
karena dapat melindungi tubuh dari sinar radiasi dan menghasilkan suatu enzim
yang dapat menguraikan dan membuang zat beracun yang beredar dalam tubuh.
3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary
Prevention)
Pencegahan
sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menentukan kasus-kasus dini sehingga
kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan, termasuk skrining,deteksi dini
(Pap’s smear) dan pengobatan.
Deteksi
dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana dengan program skrining
dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu : memperbaiki prognosis pada
sebagian penderita sehingga terhindar dari kematian akibat kanker, tidak
diperlukan pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya perasaan
tentram bagi mereka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena
pengobatan yang relative murah. Di beberapa negara maju yang telah melakukan
program skrining penyakit kanker serviks dalam upaya menemukan penyakit pada
tingkat prakanker, dapat menurunkan kematian sampai lebih dari 50%.
Adapun strategi skrining kanker serviks
di Indonesia: Mengingat di Indonesia kanker serviks masih menduduki urutan yang
teratas perlu dilakukan upaya untuk menanggulangi atau paling sedikit
menurunkan angka kejadiannya. Konsep patogenesis kanker serviks mempunyai arti
penting dalam skrining kanker serviks. Secara teoritis suatu program skrining
penyakit kanker harus tepat guna dan ekonomis.
Hal ini hanya dapat tercapai bila :
a. Penyakit
ditemukan relatif sering dalam populasi
b. Penyakit
dapat ditemukan dalam stadium pra-kanker
c. Teknik mempunyai kekhususan
dan kepekaan tinggi untuk mendeteksi stadium pra-kanker
d. Stadium
pra-kanker ini dapat diobati secara tepat guna dan ekonomis
e. Terdapat
bukti pengobatan stadium pra-kanker menurunkan insiden kanker invasif.
Kanker
serviks mengenal stadium pra-kanker yang dapat ditemukan dengan skrining
sitologi yang relatif murah, tidak
sakit, cukup akurat; dan dengan bantuan kolposkopi, stadium ini dapat diobati
dengan cara-cara konservatif seperti krioterapi, kauterisasi atau sinar laser,
dengan memperhatikan fungsi reproduksi.
Adapun pengobatan yang dilakukan
untuk penderita kanker serviks sebagai pencegahan tingkat kedua adalah :
a.Operasi (bedah)
Pada
prinsipnya operasi sebagai pengobatan apabila kanker belum menyebar yang
tujuannya agar kanker tidak kambuh lagi..Operasi terutama dilakukan untuk
kuratif disamping tujuan paliatif (meringankan). Operasi dilakukan pada
karsinoma in situ dan mikrovasif, dalam operasi tumor dibuang dengan konisasi,
koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma mikrovasif banyak ahli
ginekoligik memilih tindakan histerektomi radikal (seluruh rahim diangkat
berikut sepertiga vagina, serta penggantung rahim akan dipotong hingga sedekat
mungkin dengan dinding panggul). Pada perempuan yang masih menginginkan anak atau
penderita yang menolak histerektomi dapat dipertimbangkan konisasi atau
elektrokoagulasi.
Pada
karsinoma invasif stadium IB dan IIA, lebih banyak dipilih tindakan operasi
pengangkatan rahim secara total berikut kelenjer getah bening sekitarnya (histerektomi
radikal).
b. Radioterapi
Radioterapi
adalah terapi untuk menghancurkan kanker
dengan sinar ionisasi. Kerusakan yang terjadi akibat sinar tidak terbatas pada
sel-sel kanker saja tetapi juga pada sel-sel normal disekitarnya, tetapi
kerusakan pada sel kanker umumnya lebih besar dari pada sel normal, karena itu
perlu diatur dosis radiasi sehingga kerusakan jaringan yang normal minimal dan
dapat pulih kembali. Radioterapi
dilakukan pada karsinoma invasif stadium lanjut (IIB, III, IV). Terapi biasanya
hanya bersifat paliatif (mengurangi atau mengatasi keluhan penderita), dititik
beratkan pada radisi eksternal dan internal. Kemajuan teknologi radioterapi
pada saai ini dimana radiasi dapat diarahkan pada massa tumor secara akurat,
sehingga pemberian dosis tinggi tidak memberikan penyulit yang berarti. Pada
stadium IV lebih banyak memilih mutilasi eksentaris total yaitu mengangkat
kantong kemih, rektum dan dibuat uretra dan anus tiruan (Praeter
naturalis).
c. Khemoterapi
Khemoterapi ialah terapi untuk
membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat anti kanker yang disebut sitostatika.
Pada umumnya sitostatika hanya merupakan terapi anjuvant (terapi tambahan yaitu
: terapi yang bertujuan untuk menghancurkan sisa-sisa sel kanker yang
mikroskopik yang mungkin masih ada) setelah terapi utama dilakukan. Khemoterapi
yang sering dipergunakan pada karsinoma serviks adalah Methotrexate,
Cyclophospahanimide, Adiamycin dan Mitomicin-C. Sitostatika biasanya diberi
kombinasi.
4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary
Prevention)
Pencegahan
tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker
serviks. Penderita yang menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena
pengobatan perlu direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan/atau fungsi
organ yang cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di
masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker serviks
yang baru menjalani operasi contohnya seperti melakukan gerakan-gerakan untuk
membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan, bagi
penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan
radioterapi bisa diatasi dengan memakai
wig untuk sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali.
Tabel 2.1 Riwayat alamiah Penyakit & 5 Tingkat
Pencegahan dalam Epidemiologi Penyakit Kanker Serviks
RAP
(Natural of Occupational Disease)
|
5
Level Prevention
|
Sasaran
|
Rencana
Tindakan
|
Patogenesis
(Masa sebelum sakit)
|
Promosi
Kesehatan (Health Promotion)
|
Host
|
a. Promosi
kesehatan pentingnya menjaga dan meningkatkan kesehatan, khususnya masalah
kesehatan reproduksi.
b. Promosi
tentang pentingnya penggunaan alat pengaman (kondom) pada saat berhubungan
seks (suami-istri). Serta pentingnya pemilihan dan penggunaan alat
kontrasepsi (misalnya IUD).
c. Promosi
kesehatan tentang pentingnya pendidikan seks bagi remaja.
d. Mengonsumsi
makanan yang bergizi.
e. Tidak
merokok
|
|
|
Agent
|
a. Tidak
menggunakan pembalut dan pembersih alat reproduksi yang menggunakan bahan
kimia berbahaya.
b. Menghindari
penggunaan talk pada alat reproduksi.
|
Environment
|
a. Menjaga
kebersihan sanitasi air.
|
||
Patogenesis
|
|
|
|
(Masa
Inkubasi) / Early pathogenesis
|
Spesific
Protection
|
Host
|
a. Pemberian
vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis yaitu tipe 16 dan 18.
b. Tidak
berganti - ganti pasangan.
|
Agent
|
a. Menggunakan
alat pengaman (kondom) pada saat berhubungan seks (suami-istri).
|
||
Environment
|
a. Menjaga
sanitasi lingkungan.
|
||
Tahap
dini / demonstrable but early disease
|
Early
Diagnosis & Prompt Treatment
|
Host
|
a. Screening
penderita kanker serviks (see and treat)
seperti tes pa, tes IVA – inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat, tes
HPV.
b. Pemeriksaan
secara rutin.
|
Agent
|
a. Mendeteksi
penyebab penyakit.
b. Tidak
menggunakan alat kontrasepsi yang tidak cocok.
c. Tidak
menggunakan pembalut yang berbahaya.
|
||
Environment
|
a. Mendeteksi
kebersihan lingkungan (misalnya sumber air bersih).
b. Mendeteksi
adanya PMS yang diderita oleh pasangan (suami).
|
||
Tahap
lanjut / advance or manifest disease
|
|
Host
|
a. Perawatan
penderita sesuai tingkatan penyakit yang dideritanya.
b. Tidak
berhubungan seks (suami-istri).
|
Agent
|
a. Tidak
menggunakan antiseptic yang berbahaya.
|
||
Environment
|
a. Tidak
berhubungan seks (suami-istri).
|
||
Tahap
akhir / convalcense
|
Limitation
Disability
|
Host
|
a. Operasi
(bedah)
b. Radioterapi
c. Khemoterapi
|
Agent
|
a. Tidak
menggunakan antiseptic yang berbahaya.
|
||
Environment
|
a. Tidak
berhubungan seks (suami-istri).
|
||
Pasca
pathogenesis / convalcense :
Karier
Cacat
Kronis
Meninggal
/ Rest in Peace (RIP)
|
Rehabilitation
|
Host
|
a. Melakukan
gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk
mengurangi pembengkakan.
b. Pemeliharaan
kesehatan secara maksimal.
c. Bagi
penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan
radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya
rambut akan tumbuh kembali.
|
Agent
|
a. Tidak
menggunakan antiseptic yang berbahaya.
|
||
Environment
|
a. Menggunakan
sumber air bersih.
b. Mengonsumsi
makanan yang bergizi.
|
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kanker
adalah penyakit yang ditandai dengan proliferasi yang tidak terkontrol dan
mengarah pada invasi jaringan di sekitarnya serta menyebar ke bagian lain dalam
tubuh. Aktivitas proliferasi yang tidak
terkontrol akan membentuk jaringan abnormal yang disebut neoplasma
(King, 2000).
2. Pada
kanker serviks gejala yang sering ditemukan adalah keputihan, pendarahan
sentuh, dan pengeluaran cairan encer. Pada awal penyakit sering tidak terdapat
gejala apapun.
3. Secara
histopatologis pertumbuhan sel kanker serviks diklasifikasikan ke dalam 4
stadium, yaitu displasia, karsinoma in situ, karsinoma mikroinvasif, karsinoma
invasif.
4. faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks yaiti
host (Usia, Status Pernikahan, Tingkat Pendidikan, Penggunaan jangka panjang
alat kontrasepsi IUD (lebih dari 5 tahun, Merokok, Defisiesi zat gizi, Riwayat
kanker serviks pada keluaraga ), Agent (human
papillomavirus (HPV), Environmental
(Berganti-ganti pasangan seksual, Pembalut yang mengandung bahan kimia).
5. Pencegahan
terdiri dari beberapa tahap yaitu
pencegahan primodial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, pencegahan tertier.
3.2 Saran
Sebaiknya
wanita mengupayakan pola hidup sehat dan Periksa
kesehatan secara berkala dan teratur. Serta
menjaga kebersihan organ intim mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Andrews,
Gilly. 2009. Buku Ajar Kesehatan
Reproduksi Wanita, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Aziz,
MF. 2002. Skrening dan Deteksi Dini
Kanker Serviks. Jakarta : FK – UI
Cornain,
Santoso dan kawan-kawan. Tumor Ganas Pada Wanita. Jakarta: Patologi
Anatomi FK UI : 31 – 39. (1986).
Diananda
R. 2009. Panduan Lengkap Mengenai Kanker.
Yogyakarta : Mirza Media Pustaka.
Jawetz,et
all, 1995, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, 583-586, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Mamik, Wibowo Arief. Kelangsungan Hidup Kanker Leher Rahim.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2000.
Mardjikoen Prastowo. Tumor Ganas Alat Genital. Dalam
Ilmu Kandungan cetakan keempat edisi kedua; hal. 367-408. Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta. 2005.
Riono Yohanes. Kanker Leher Rahim. Dept of Surgery Holywood
Hospital. 2000.
Robins
L Stanley, Kumar Vinay. Sistem Genitalia Wanita dan Payudara. Dalam Buku
Ajar Patologi II edisi keempat; hal. 379-382. Alih Bahasa: Jonatan Oswari,
Erlan, Irawati Setiawan, Huriawati Hartanto, Sugiarta Komala. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1995.